Pergerakan harga dan grafik saham yang selalu kita amati di software online trading sebenarnya merupakan suatu siklus harga saham. Yap, dan kita baik trader maupun investor harus memahami sikulis harga saham tersebut.
"Memang apa pentingnya paham fase siklus saham? Yang penting kan bisa profit pak?" Protes anda.
Nah, ini yang akan kita bahas. Sebelum kita masuk ke bahasan lebih lanjut, anda perlu mengetahui dahulu siklus atau fase harga saham. Perhatikan siklus harga saham berikut:
Pada gambar diatas, kita bisa pelajari bahwa di pasar saham itu ada fase-fase pergerakannya, mulai dari fase optimis sampai masuk ke fase depresi demikian seterusnya. Di fase optimis, trader dan investor akan mulai membeli saham...
Ketika harga saham naik terus, akan muncul euforia. Di satu sisi mulai muncullah risiko. Setelah harga saham turun, mulailah terjadi cemas, takut, hingga panic selling dan depresi.
Faktanya, siklus saham yang paling membuat trader dan investor heboh adalah ketika pasar saham sedang turun drastis, seperti yang pernah kita hadapi saat crash market 1998, 2008. Maupun ekonomi lesu di tahun 2015 dan 2020 (wabah virus Corona).
Pada saat kita memasuki pasar saham yang turun drastis, dan saham-saham bagus harganya turun terus, maka dalam kondisi tersebut pasar saham berada pada fase: 'Cemas', 'takut' dan bahkan bisa masuk pada masa 'panic selling' yang membuat harga saham turun lebih tajam lagi.
Tiga fase (cemas, takut, panic selling) tersebut adalah fase yang paling berat yang harus dilalui semua trader maupun investor saham. Kalau anda sudah pernah mengalami pasar saham strong bearish, saya yakin anda pasti benar2 merasakan ketika pasar saham berada di tiga fase tersebut.
Pelajari juga: Strategi Trading saat IHSG Strong Bearish.
Dalam kondisi-kondisi tersebut, biasanya ada banyak upaya yang dilakukan baik oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menekan penurunan saham, misalnya dengan kebijakan auto reject asimetris (misalnya penurunan maksimal harga saham hanya boleh 10%, tapi kenaikan maksimal adalah 25-35%), maupun kebijakan buyback saham.
Baca juga: Auto Reject Saham Simetris & Asimetris dan Pembelian Kembali (Buyback) Saham.
Tujuannya untuk menjaga agar pasar saham tidak jatuh terus. Walaupun demikian, cara-cara tersebut biasanya hanya bisa menjaga penurunan harga saham sesaat, karena kalau market sudah panik, takut (fear), maka suka nggak suka pelaku pasar masih akan terus menjual saham.
Lalu, pada saat kapan harga saham yang turun tersebut akan naik lagi?
Nah, ini adalah jawaban yang relatif, karena turunnya harga saham secara drastis itu juga tergantung penyebabnya. Tahun 1998, kejatuhan harga saham terjadi hampir selama 9 bulan. Tahun 2008, kejatuhan harga saham terjadi kurang lebih 6-7 bulan.
Demikian juga tahun 2015 kejatuhan harga saham terjadi kurang lebih 6 bulan. Jadi, kita ambil titik tengahnya saja....
Kejatuhan harga saham (saat crash market ataupun strong bearish) UMUMNYA terjadi sekitar 6-8 bulan.
Tetapi, kalau kita lihat siklus harga saham diatas, ketika sudah melalui tiga fase berat tersebut, harga saham tidak akan langsung naik kencang, melainkan ada masa 'peluang emas' dan 'depresi'.
Masa ini adalah masa di mana harga saham sudah tidak turun sebanyak tiga fase sebelumnya. Saham-saham mulai bergerak sideways dan mulai ada sedikit kenaikan (walaupun masih bisa turun tapi tidak sedalam sebelumnya), serta sentimen2 negatif mulai keluar.
Dan di masa ini ada masa 'depresi', di mana hal ini terjadi karena pelaku pasar sudah tidak memiliki saham untuk dijual, namun pelaku pasar masih pesimis terhadap market. Disitulah sebenarnya peluang emas anda untuk mulai curi start.
Sekarang, kenapa anda perlu mengetahui hal ini?
Anda harus pahami siklus market ini supaya anda tidak panik dan terbawa 'arus' ketika berhadapan dengan market yang sedang turun.
Saat saham2 spada jatuh, banyak trader pesimis, tidak yakin IHSG bakal balik lagi, semua saham dijual, padahal ada yang namanya siklus / fase market, di mana saham yang turun drastis (masuk di tiga fase tersebut), pasti ada saatnya pulih lagi.
Trader-trader yang panik, pesimis justru tidak bisa mengambil dan melihat peluang ketika pasar saham sudah pulih, sehingga akhirnya trader ketinggalan momen yang bagus.
Fase saham ini bukan hanya teori, karena kita sudah menghadapinya beberapa kali, yaitu saat crash market 1998 & 2008, dan tahun 2015 saat ekonomi lesu, serta 2020 (wabah virus Corona).
"Memang apa pentingnya paham fase siklus saham? Yang penting kan bisa profit pak?" Protes anda.
Nah, ini yang akan kita bahas. Sebelum kita masuk ke bahasan lebih lanjut, anda perlu mengetahui dahulu siklus atau fase harga saham. Perhatikan siklus harga saham berikut:
Pada gambar diatas, kita bisa pelajari bahwa di pasar saham itu ada fase-fase pergerakannya, mulai dari fase optimis sampai masuk ke fase depresi demikian seterusnya. Di fase optimis, trader dan investor akan mulai membeli saham...
Ketika harga saham naik terus, akan muncul euforia. Di satu sisi mulai muncullah risiko. Setelah harga saham turun, mulailah terjadi cemas, takut, hingga panic selling dan depresi.
Faktanya, siklus saham yang paling membuat trader dan investor heboh adalah ketika pasar saham sedang turun drastis, seperti yang pernah kita hadapi saat crash market 1998, 2008. Maupun ekonomi lesu di tahun 2015 dan 2020 (wabah virus Corona).
Pada saat kita memasuki pasar saham yang turun drastis, dan saham-saham bagus harganya turun terus, maka dalam kondisi tersebut pasar saham berada pada fase: 'Cemas', 'takut' dan bahkan bisa masuk pada masa 'panic selling' yang membuat harga saham turun lebih tajam lagi.
Tiga fase (cemas, takut, panic selling) tersebut adalah fase yang paling berat yang harus dilalui semua trader maupun investor saham. Kalau anda sudah pernah mengalami pasar saham strong bearish, saya yakin anda pasti benar2 merasakan ketika pasar saham berada di tiga fase tersebut.
Pelajari juga: Strategi Trading saat IHSG Strong Bearish.
Dalam kondisi-kondisi tersebut, biasanya ada banyak upaya yang dilakukan baik oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menekan penurunan saham, misalnya dengan kebijakan auto reject asimetris (misalnya penurunan maksimal harga saham hanya boleh 10%, tapi kenaikan maksimal adalah 25-35%), maupun kebijakan buyback saham.
Baca juga: Auto Reject Saham Simetris & Asimetris dan Pembelian Kembali (Buyback) Saham.
Tujuannya untuk menjaga agar pasar saham tidak jatuh terus. Walaupun demikian, cara-cara tersebut biasanya hanya bisa menjaga penurunan harga saham sesaat, karena kalau market sudah panik, takut (fear), maka suka nggak suka pelaku pasar masih akan terus menjual saham.
Lalu, pada saat kapan harga saham yang turun tersebut akan naik lagi?
Nah, ini adalah jawaban yang relatif, karena turunnya harga saham secara drastis itu juga tergantung penyebabnya. Tahun 1998, kejatuhan harga saham terjadi hampir selama 9 bulan. Tahun 2008, kejatuhan harga saham terjadi kurang lebih 6-7 bulan.
Demikian juga tahun 2015 kejatuhan harga saham terjadi kurang lebih 6 bulan. Jadi, kita ambil titik tengahnya saja....
Kejatuhan harga saham (saat crash market ataupun strong bearish) UMUMNYA terjadi sekitar 6-8 bulan.
Tetapi, kalau kita lihat siklus harga saham diatas, ketika sudah melalui tiga fase berat tersebut, harga saham tidak akan langsung naik kencang, melainkan ada masa 'peluang emas' dan 'depresi'.
Masa ini adalah masa di mana harga saham sudah tidak turun sebanyak tiga fase sebelumnya. Saham-saham mulai bergerak sideways dan mulai ada sedikit kenaikan (walaupun masih bisa turun tapi tidak sedalam sebelumnya), serta sentimen2 negatif mulai keluar.
Dan di masa ini ada masa 'depresi', di mana hal ini terjadi karena pelaku pasar sudah tidak memiliki saham untuk dijual, namun pelaku pasar masih pesimis terhadap market. Disitulah sebenarnya peluang emas anda untuk mulai curi start.
Sekarang, kenapa anda perlu mengetahui hal ini?
Anda harus pahami siklus market ini supaya anda tidak panik dan terbawa 'arus' ketika berhadapan dengan market yang sedang turun.
Saat saham2 spada jatuh, banyak trader pesimis, tidak yakin IHSG bakal balik lagi, semua saham dijual, padahal ada yang namanya siklus / fase market, di mana saham yang turun drastis (masuk di tiga fase tersebut), pasti ada saatnya pulih lagi.
Trader-trader yang panik, pesimis justru tidak bisa mengambil dan melihat peluang ketika pasar saham sudah pulih, sehingga akhirnya trader ketinggalan momen yang bagus.
Fase saham ini bukan hanya teori, karena kita sudah menghadapinya beberapa kali, yaitu saat crash market 1998 & 2008, dan tahun 2015 saat ekonomi lesu, serta 2020 (wabah virus Corona).
Komentar
Posting Komentar